Awas....! Diabetes Bikin Umur Pendek

Ini adalah peringatan betapa diabetes akan menjadi ancaman dan beban serius pada masa mendatang. Diabetes selama ini dikenal sebagai penyakit yang dapat melipatgandakan risiko terserang penyakit pembuluh darah, jantung, dan stroke. Namun . . .

Hati-hati Diabetes Pada Anak

Bagaimana cara mengatasi gejala diabetes pada anak – anak sebelum terlambat dan menjadi semakin parah? Yang mereka rasakan hanyalah terganggu karena ada gejala yang tidak biasa dan mereka menunjukkan gangguan itu dengan cara menangis atau mungkin jadi tampak lemas, tidak bergairah dan mudah rewel. Karena memang seperti itulah bahasa anak – anak.

14 Jenis Imunisasi Wajib untuk Anak

Selain memperhatikan gizi dan menjaga kesehatan, imunisasi adalah salah satu cara pencegahan utama terhadap suatu penyakit. Imunisasi merupakan program untuk memenuhi Konvensi Hak Anak PBB, sehingga pemerintah dan orangtua wajib memberikan upaya kesehatan yang terbaik untuk anak, meliputi pemberian imunisasi. Apa saja jenis imunisasi tersebut?

Goji Berry 'Buah Panjang Umur'

Goji adalah salah satu buah kesehatan di Cina dan juga yang dikenal sebagai buah panjang umur. Menurut sejarah kuno banyak kaisar Cina mengkonsumsi goji untuk mendapatkan kesehatan dan umur panjang. Kenapa bisa begitu ?

Diabetes Bukan karena Kebanyakan Gula ?

Dunia sedang menghadapi ledakan penderita diabetes. Data paling baru menyebutkan angkanya mencapai 350 juta orang di seluruh dunia, jauh melebihi prediksi Federasi Diabetes International (IDF) yang memproyeksikan tahun 2010 ada 285 juta penduduk dunia yang akan menjadi korban penyakit yang bisa merenggut penglihatan, bahkan kematian ini. "Yang harus dibatasi sebenarnya bukan hanya gula, tetapi .. " papar dokter dari Divisi Endokrinologi dan Metabolisme Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Jakarta.

Showing posts with label Komplikasi Diabetes. Show all posts
Showing posts with label Komplikasi Diabetes. Show all posts

Friday, November 23, 2012

Foto Amputasi Kaki Karena Kencing Manis (Diabetes)

Kencing manis atau Diabetes adalah penyakit yang mengerikan, karena dampak dari kecing manis apabila luka akan sulit di sembuhkan. Setiap 30 menit, seseorang akan kehilangan kakinya disebabkan kencing manis. Kencing manis dan luka adalah kombinasi yang amat membahayakan.

Jika anda menderita kencing manis, tidak ada istilah ‘luka kecil’ pada kaki. Luka paling kecil sekalipun yang terdapat pada kaki jika tidak dirawat, akan menyebabkan amputasi atau pemotongan pada kaki.

seperti yang kita lihat pada gambar di bawah ini




Penderita kencing manis mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding luka pada kaki yang disebabkan oleh komplikasi kencing manis itu sendiri. Penderita kencing manis mempunyai kadar aliran darah yang agak lambat, yang akhirnya akan menyebabkan kadar penyembuhan lebih lambat dibandingkan dengan mereka yang sehat.

Selain itu, faktor yang ikut mempengaruhi ialah kerusakan saraf atau neuropati (neuropathy) yang dialami oleh penderita kencing manis.





Oleh kerana itu, bagi penderita kencing manis, perawatan kaki adalah amat penting. Jika terdapat lukapada kaki walaupun kecil, usahakan luka itu segera dicuci. Perhatikan perkembangan luka tersebut. Jika tiada perubahan positif dalam 24 jam, maka segeralah untuk konsultasi ke dokter..

Jangan pandang ringan nasihat di atas. Atau anda sanggup kehilangan kaki anda? Anda mungkin sanggup kehilangan satu tangan, tapi anda pasti tidak sanggup kehilangan satu kaki karena kencing manis.

Untuk mengatasi permasalahan di atas, kini telah hadir produk spertakuler untuk mencegah amputasi kaki karena kencing manis yaitu Goji Soft Capsule. Obat herbal yang sangat mujarab dan telah lama di nantikan oleh penderita kencing manis, obat herbal untuk mengobati kencing manis tanpa harus amputasi.


diabetmelitius
»»  READMORE...

Tuesday, November 13, 2012

World Diabetes Day Video


World Diabetes Day (WDD 14 November 2012 )
»»  READMORE...

Saturday, September 15, 2012

Diabetes dan Gangguan Kulit

Penyakit kulit yang berhubungan dengan diabetes
Scleredema diabeticorum
Kondisi menebalnya kulit pada bagian belakang leher dan punggung atas. Kondisi ini biasanya menyerang penderita diabetes tipe 2. Pelembab dapat membantu untuk menghaluskan kembali kulit.

Vitiligo
Adalah penyakit yang mempengaruhi warna kulit. Sel yang merusak pigmen (zat pengatur warna kulit), menyebabkan timbulnya bercak pada kulit (biasanya pada dada, perut, wajah, sekitar mulut, hidung dan mata). Vitiligo umumnya terkait dengan diabetes tipe 1. Perawatan bagi vitiligo adalah pemberian topikal steroid, ultraviolet dan mikro pigmentasi. Untuk sehari-hari dapat menggunakan tabir surya dengan SPF 30 atau lebih.

Penyakit kulit yang berhubungan dengan resistensi insulin
Akantosis nigrikans
Adalah penyakit yang menyebabkan penggelapan dan penebalan pada kulit, terutama pada lipatan. Warna kulit menjadi kecoklatan, kadang mengelupas. Kebanyakan tampak seperti kutil, disamping atau belakang leher, ketiak, dibawah dada dan pangkal paha. Bagian atas buku-buku jari juga berubah warna.
Biasanya terjadi pada penderita obesitas parah dan mendahului diabetes. Mengurangi berat badan bisa jadi membantu mengurangi/mencegah penyakit ini. Ada kondisi lain yang juga diketahui menyebabkan nigricansacanthosis, misalnya akromegali dan sindrom Cushing.

Penyakit yang berhubungan dengan berkurangnya suplai darah ke kulit
Aterosklerosis
Adalah penyempitan pembuluh darah akibat menebalnya dinding pembuluh karena penumpukan plak. aterosklerosis paling sering dikaitkan dengan pembuluh darah didekat atau didalam jantung, hal ini bisa mempengaruhi pembuluh darah seluruh bagian tubuh termasuk suplai darah ke kulit. Saat pembuluh darah yang mensuplai ke kulit menyempit, perubahan terjadi karena kurangnya oksigen, misalnya rambut rontok, penipisan kulit pada tulang kering, perubahan warna kuku kaki dan kulit menjadi dingin.

Nekrobiosis lipoidika diabetikorum
Disebabkan oleh perubahan pada kolagen dan lemak didalam kulit. Area kulit menjadi menipis dan memerah. Kebanyakan ditemukan dibawah kaki dan bisa menjadi bisul jika terjadi trauma. NLD menyebabkan gatal dan perih. Selama tidak terjadi luka terbuka, tidak diwajibkan menjalani perawatan.

Dermopati diabetes
Terlihat seperti area bulat yang mengkilap dan menebal pada tulang kering.
Digital sclerosis. Kondisi dimana kulit jari kaki, jari tangan mengeras dan menebal. Sendi pada jari menjadi kaku. Pelembab dapat membantu menghaluskan kembali kulit dan turunkan kadar gula dalam darah

Eruptive xanthomatosis
Terjadi saat kadar trigliserida sangat tinggi. Resitensi insulin membuat tubuh kesulitan membuang lemak dari darah. Dengan peningkatan lemak dalam darah yang ekstrim, seseorang beresiko terkena pangkreatitis (peradangan pangkreas). Gejalanya seperti benjolan pada kulit, kuning, kemerahan. Biasanya terdapat di wajah, bokong, belakang lengan dan kaki.

Ruam, benjolan dan melepuh
Diabetic blisters
Gejalanya seperti melepuh di jari, tangan, jari kaki, kaki, telapak tangan, tidak sakit dan akan sembuh dengan sendirinya.

Disseminated granuloma annulare
Berbentuk seperti ruam, umumnya pada daerah jari dan telinga, bisa juga di dada atau perut.

Bakteri dan infeksi jamur
Infeksi bakteri
Disebabkan oleh bakteri stafilokokus. Infeksi ini akan semakin parah jika diabetes tidak terkontrol. Bakteri ini menimbulkan radang pada tempat tumbuhnya rambut, infeksi kelenjar kelopak mata atau kuku.

Infeksi jamur
Candida albicans adalah jenis jamur yang menyebabkan gangguan kulit bagi penderit diabetes. Wanita cenderung terinfeksi di vagina. Sering terjadi pada sudut mulut (angular cheilitis, menyerupai sobekan), diantara jari kaki, kuku (onikomikosis). Jamur ini menyebabkan gatal, kemerahan, bisul dan kerak. Infeksi jamur yang paling umum adalah kadas, kurap dan kutu air.

sumber: meetdoctor
»»  READMORE...

Mengontrol Gula Darah


Mengontrol kadar gula darah adalah wajib, terutama bagi penderita diabetes. Karena, jika tidak dijaga, dapat mempengaruhi kesehatan hampir di semua bagian tubuh dan sistem. Dengan pemeriksaan gula darah regular dapat mecegah terjadinya komplikasi diabetes.

Penyakit kardiovaskular dan stroke.
Penyakit kardiovaskular adalah penyakit yang paling umum di derita oleh penderita diabetes, misalnya serangan jantung, stroke, angina (nyeri pada dada, dikenal sebagai angin duduk) dan arteri koroner (penyumbatan arteri). Diabetes meningkatkan resiko terkena serangan jantung atau stroke hingga dua sampai empat kali lipat.

Hipertensi.
Diabetes juga meningkatkan resiko seseorang terkena hipertensi. Hipertensi kemudian meningkatkan resiko serangan jantung, stroke, gangguan ginjal dan mata.

Kolesterol tinggi.
Diabetes yang tidak dijaga, dapat meningkatkan kadar kolesterol jahat. Umumnya mengenai penderita diabetes tipe 2.

Kebutaan.
Tingginya kadar gula dapat merusak saraf mata sehingga dapat menyebabkan pandangan kabur, glaucoma, katarak bahkan kebutaan.

Diabetik neuropati.
Atau kerusakan saraf. Saraf yang rusak biasanya pada pendengaran, penglihatan dan perasa. Kerusakan tersebut dapat membuat penderitanya tidak dapat merasakan nyeri (termasuk jika ada luka), panas atau dingin. Diabetes tipe ini juga bisa mempengaruhi sistem pencernaan dan organ reproduksi (bagi pria).

Gangguan ginjal.
Diabetes dapat mengakibatkan gagal ginjal.

Penyakit kulit.
Diabetes dapat menimbulkan bisul, gatal dan kulit mudah terinfeksi jamur. Luka tersebut umumnya akan sulit sembuh.



sumber: meetdoctor



»»  READMORE...

Sunday, September 2, 2012

Sakit Liver, Pembunuh Utama Diabetes


Kompas.com - Penderita diabetes beresiko 70 persen lebih banyak untuk meninggal karena penyakit liver dibandingkan pasien lain yang tidak mengidap diabetes.
Penyakit diabetes yang tidak terkontrol akan menyebabkan sejumlah komplikasi, termasuk beberapa jenis gangguan liver. Gula darah yang tidak terkontrol akan memicu parut pada liver yang disebut dengan sirosis dan juga kanker hati.
Dalam penelitian yang dilakukan tim dari Edinburgh, para ahli  menganalisa data orang berusia 35-84 tahun selama enam tahun. Mereka lalu membandingkan 1.267 pasien diabetes dengan 10.100 orang yang bukan diabetes, yang seluruhnya meninggal akibat penyakit liver.
Hasilnya ditemukan satu dari empat  (24 persen) pasien diabetesi akan meninggal akibat kanker hati, jauh lebih banyak dari yang bukan diabetesi yang hanya satu dari 10 orang (9 persen). Pada pasien kanker hati yang tidak diabetes, kebanyakan meninggal akibat penyakit liver alkoholik (63 persen).
"Saat ini makin banyak pasien penyakit perlemakan hati yang non-alkoholik, terutama orang muda yang menderita diabetes. Faktor risiko yang terbesar adalah kegemukan," kata dr.Sarah Wild dari Universitas Edinburgh.
Perlemakan hati kronis bisa diatasi dengan penurunan berat badan, olahraga, perbaikan fungsi hati, dan mengontrol gula darah serta tekanan darah. Pasien yang diabetes juga disarankan untuk menjauhi minuman beralkohol karena berpengaruh pada kadar gula darah dan meningkatkan berat badan.
Sementara itu di Indonesia, orang yang menderita diabetes lebih banyak yang mengalami komplikasi ginjal.
Penulis : Lusia Kus Anna 
»»  READMORE...

Diabetes Penyebab Utama Gagal Ginjal

MEDAN, RABU - Penyebab utama seseorang mengalami gagal ginjal kronik hingga membutuhkan pelayanan Hemodialisa (cuci darah) adalah akibat penyakit diabetes dan darah tinggi.  
"Jika kedua penyakit ini dikontrol dengan baik melalui pengobatan teratur maka penyakit ginjal akan dapat dicegah sedini mungkin atau diperlambat," kata Kepala Unit Dialisis RSU Pirngadi Medan,  Prof. Dr. Harun, di Medan, Rabu.

Ia mengatakan, penyakit ginjal kronik juga dapat meningkatkan rIsiko terjadinya penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) yang akhirnya juga merupakan penyebab kematian terbanyak penderita gagal ginjal.

Menurut dia, sebenarnya gagal ginjal dapat dicegah jika sejak dini sudah dideteksi melalui pemeriksaan darah dan air seni. Dan mayoritas mereka di negara berkembang yang berada pada tahap dini penyakit ini pada umumnya tidak mengetahui jika telah menderita gagal ginjal.

"Untuk itu deteksi dini dari ketidakberesan ginjal menjadi sangat penting dan memungkinkan pengobatan yang sesuai sebelum terjadi kerusakan ginjal atau terjadi manifes perparahan karena komplikasi yang lain.

Sementara itu kepala Staf Medis Fungsional Penyakit Dalam RSU Pirngadi Medan, dr Zulhelmi, mengatakan, pada umumnya masyarakat tidak waspada dengan ginjal mereka karena pada tingkat ringan, gangguan ginjal sering tidak dirasakan.

Gangguan dapat bertambah parah hingga pada akhirnya ginjal tidak berfungsi lagi.

"Periksalah ke dokter, karena melalui pemeriksaan laboratorium  dengan sedikit contoh darah dan urine dapat diketahui apakah fungsi ginjal masih normal atau sudah terganggu, sehingga dapat dilakukan pengobatan sedini mungkin," katanya.

Ia menyebutkan, gejala awal gagal ginjal dapat diketahui saat terjadinya gangguan nyeri saat buang air kecil, berdarah, keluar batu, nyeri pinggang, pucat dan gampang capek.

Penulis : Asep Candra |
Source : Antara
* Penyakit Diabetes bisakah disembuhkan....??? klik disini...
* Bagaimana caranya menyeimbangkan Kadar Gula Darah secara alami...??? klik disin...

»»  READMORE...

Retinopati Diabetik, Penyebab Utama Kebutaan Diabetesi


DIABETES melitus atau kencing manis merupakan penyakit metabolik. Penyakit ini ditandai dengan kadar gula darah yang tinggi (hiperglikemia) akibat kurangnya kadar hormon insulin dalam tubuh.
Kadar gula darah yang tinggi secara terus-menerus selama bertahun-tahun dapat menimbulkan komplikasi, terutama pada mata, jantung, dan ginjal. Komplikasi diabetes pada mata dapat menimbulkan kebutaan, yang sebenarnya dapat dihindari (avoidable blindness) dengan manajemen diabetes yang baik, meliputi diet ketat, olahraga, obat-obatan, mengontrol penyakit penyerta seperti hipertensi dan kadar kolesterol tinggi, serta menghentikan kebiasaan merokok.
Retinopati diabetik merupakan penyebab utama kebutaan pada penderita diabetes di seluruh dunia, disusul katarak.
Pada retinopati diabetik secara perlahan terjadi kerusakan pembuluh darah retina atau lapisan saraf mata sehingga mengalami kebocoran. Akibatnya, terjadi penumpukan cairan (eksudat) yang mengandung lemak serta pendarahan pada retina. Kondisi tersebut lambat laun dapat menyebabkan penglihatan buram, bahkan kebutaan. Bila kerusakan retina sangat berat, seorang penderita diabetes dapat menjadi buta permanen sekalipun dilakukan usaha pengobatan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2004 melaporkan, 4,8 persen penduduk di seluruh dunia menjadi buta akibat retinopati diabetik. Dalam urutan penyebab kebutaan secara global, retinopati diabetik menempati urutan ke-4 setelah katarak, glaukoma, dan degenerasi makula (AMD= age-related macular degeneration).
Diestimasi bahwa jumlah penderita diabetes di seluruh dunia akan meningkat dari 117 juta pada tahun 2000 menjadi 366 juta tahun 2030. Di Asia diramalkan diabetes akan menjadi ”epidemi”, disebabkan pola makan masyarakat Asia yang tinggi karbohidrat dan lemak disertai kurangnya berolahraga. Akibatnya, kebutaan akibat retinopati diabetik juga diperkirakan meningkat secara dramatis.
Belum ada data resmi
Data resmi jumlah penderita retinopati diabetik di Indonesia belum ada. Dalam Survei Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI tahun 1995, kelainan ini belum didefinisikan dan masih dimasukkan ke dalam ”kebutaan lain-lain” sebanyak 28 persen.
Data Poliklinik Mata RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang tidak dipublikasikan menunjukkan bahwa retinopati diabetik merupakan kasus terbanyak yang dilayani di Klinik Vitreo-Retina. Dari seluruh kunjungan pasien Poliklinik Mata RSCM, jumlah kunjungan pasien dengan retinopati diabetik meningkat dari 2,4 persen tahun 2005 menjadi 3,9 persen tahun 2006.
Angka kejadian retinopati diabetik dipengaruhi tipe diabetes melitus (DM) dan durasi penyakit. Pada DM tipe I (insuln dependent atau juvenile DM ), yang disebabkan oleh kerusakan sel beta pada pankreas, umumnya pasien berusia muda (kurang dari 30 tahun), retinopati diabetik ditemukan pada 13 persen kasus yang sudah menderita DM selama kurang dari 5 tahun, yang meningkat hingga 90 persen setelah DM diderita lebih dari 10 tahun.
Pada DM tipe 2 (non-insulin dependent DM), yang disebabkan oleh resistennya berbagai organ tubuh terhadap insulin (biasanya menimpa usia 30 tahun atau lebih), retinopati diabetik ditemukan pada 24-40 persen pasien penderita DM kurang dari 5 tahun, yang meningkat hingga 53-84 persen setelah menderita DM selama 15-20 tahun.
Secara klinis retinopati diabetik dibedakan atas non-proliferative diabetic retinopathy (NPDR) dan proliverative diabetic retinnopathy (PDR). NPDR atau tahap awal yang lebih ringan ditandai dengan kebocoran pembuluh darah, perdarahan retina, dilanjutkan dengan penutupan (oklusi) kapiler darah retina. Retina menjadi kurang suplai oksigen dan nutrisi dari darah.
Terjadilah tahap lanjut, yaitu PDR, karena retina yang sudah iskemik atau pucat tersebut bereaksi dengan membentuk pembuluh darah baru yang abnormal (neovaskular). Neovaskular atau pembuluh darah ”liar” ini merupakan ciri PDR dan bersifat rapuh serta mudah pecah sehingga sewaktu-waktu dapat berdarah ke dalam badan kaca yang mengisi rongga mata (perdarahan badan kaca atau pendarahan vitreus), menyebabkan pasien mengeluh melihat floaters (bayangan benda-benda hitam melayang mengikuti pergerakan mata) atau mengeluh mendadak penglihatannya terhalang.
Sering kali pasien retinopati diabetik tidak mengalami tanda dan gejala sekalipun sudah dalam tahap PDR yang berat sampai terjadi perdarahan badan kaca. Penyebab gangguan penglihatan lainnya pada retinopati diabetik adalah bengkak atau menumpuknya cairan di daerah pusat retina, yaitu makula, suatu kondisi yang disebut edema makula
Akibat edema makula, pasien mulai mengalami kesulitan membaca/menulis, menonton TV, atau mengenali muka orang. Jaringan neovaskular yang terus bertumbuh (proliferatif) pada PDR juga dapat berpotensi menarik retina hingga terlepas dan/atau robek (ablasi retina). Ablasi retina pada retinopati diabetik berakibat kebutaan dan umumnya sulit ditangani.
Mencegah sedini mungkin
Prinsip utama dalam menangani retinopati diabetik adalah pencegahan dengan deteksi dini sebelum terjadi gangguan penglihatan yang berat. Walaupun belum mengeluh dan tanpa melihat berapa lama ia menderita diabetes, seorang pasien harus dirujuk ke dokter mata untuk menjalani pemeriksaan mata awal (skrining). Apabila retinopati diabetik sudah teridentifikasi, dilakukan manajemen sedini mungkin bagi penderita dengan melakukan pemeriksaan mata secara berkala, minimal satu kali dalam setahun.
Dalam pemeriksaan, mata akan ditetes supaya pupil menjadi lebar dan dokter mata dapat mengamati retina secara saksama. Sebaiknya dilakukan untuk dokumentasi dengan foto fimdus , atau pencitraan lain yang diperlukan.
Terapi utama pada retinopati diabetik adalah tindakan fotokoagulasi laser pada retina. Tindakan laser bertujuan menutup kebocoran pembuluh darah retina, mengurangi edema makula, dan mencegah timbulnya rangsang untuk pembentukan neovaskular. Secara umum, tindakan laser pada retina yang dibarengi dengan manajemen diabetes yang baik dapat mengurangi risiko buta hingga 90 persen.
Bedahan vitrektomi, yaitu tindakan bedah mikro yang bertujuan membersihkan perdarahan badan kaca, membebaskan retina dari segala tarikan akibat pertumbuhan neovaskular dan mengaplikasikan sinar laser secara langsung di dalam bola mata. Pada kasus-kasus PDR, vitrektomi dapat mencegah kehilangan penglihatan yang lanjut. Terapi lain yang baru berkembang dalam dekade terakhir adalah pemberian obat, seperti golongan kortikosteroid dan Anti-VEGF (VEGF=vascular endothellial grwowh factor), yang bertujuan mengurangi edema makula dan menghentikan pertumbuhan neovaskular.
Penting untuk diketahui, sering kali segala tindakan tersebut tidak dapat mengembalikan penglihatan yang sudah hilang. Kadang kala, segala tindakan tersebut hanya dapat mencegah perburukan lebih lanjut.
Komplikasi diabetes, termasuk kebutaan, dapatlah dicegah dengan kontrol yang baik dan deteksi dini untuk identifikasi penyakit dan terapi seawal mungkin. Untuk skrining diabetes dan retinopati diabetik perlu dikembangkan strategi yang tepat, sebagai contoh di India, dijalankan skrining dengan telemedicine.
Di Indonesia sudah banyak didirikan pusat kesehatan yang mampu memberi layanan komprehensif bagi penderita diabetes, tetapi masih terkonsentrasi di kota-kota besar sehingga cakupannya masih sangat kurang. Untuk menangani pasien-pasien diabetes diperlukan kerja sama berbagai pihak, meliputi WHO, pemerintah, departemen kesehatan, organisasi profesi dokter, dokter mata dan dokter penyakit dalam serta ahli endokrin, serta LSM nasional maupun internasional.
Andi Arus Victor ,Dokter Spesialis Mata, Kepala Divisi Vitreo-retina, Departemen Mata FKUI/RSCM, Anggota Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia

* Penyakit Diabetes bisakah disembuhkan....??? klik disini...
* Bagaimana caranya menyeimbangkan Kadar Gula Darah secara alami...??? klik disin...
»»  READMORE...

Diabetes Sahabatnya Hipertensi





KOMPAS.com — Penyakit diabetes kronis dapat menyebabkan timbulnya komplikasi, salah satunya adalah tekanan darah tinggi atau hipertensi. Itulah sebabnya, penyakit jantung koroner merupakan penyumbang kematian terbesar (sekitar 40 persen) di antara pasien penderita diabetes (diabetesi).
Menurut dokter spesialis penyakit dalam Budiman Darmowidjojo, kadar gula darah yang tinggi akan mengganggu sistem hormonal sehingga kadar hormon tertentu akan meningkat. Akibatnya, tekanan darah ikut melonjak.
"Sekitar 60-80 persen diabetesi menderita hipertensi, dalam jangka panjang akan menimbulkan komplikasi yang berujung pada kecacatan," ujarnya dalam acara press conference Jakarta Endokrin Meeting dan Jakarta Diabetes Meeting di Jakarta, Rabu (8/6/2011).
Ia menjelaskan, komplikasi penyakit akibat diabetes dipengaruhi oleh banyak faktor, mulai dari lamanya penyakit, tingginya gula darah, usia, hipertensi, merokok, serta protein di urine.
"Makin tinggi kadar protein, makin besar risikonya terkena penyakit jantung," paparnya.
Oleh karena itu, terapi pengobatan diabetes ditujukan untuk menjaga kadar gula darah tetap normal dan menghindari komplikasi baik yang kronis maupun akut. "Kalau sudah telanjur komplikasi, susah diobatinya," imbuhnya.
Data tahun 2.000, jumlah penderita DM di Indonesia mencapai 8,4 juta orang dan menjadikan Indonesia menempati ranking keempat dalam jumlah penderita diabetes di dunia. Pada tahun 2030 nanti, diperkirakan jumlahnya akan naik menjadi 21,3 juta orang.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 menunjukkan, sebaran pasien diabetes di Indonesia yang melebihi 1,5 persen penduduk ada di Provinsi Sumatera Utara, Jawa Timur, dan Sulawesi Utara. Menurut Budiman, hal itu mungkin terkait dengan gaya hidup dan pola makan.
Penulis : Lusia Kus Anna


* Penyakit Diabetes bisakah disembuhkan....??? klik disini...
* Bagaimana caranya menyeimbangkan Kadar Gula Darah secara alami...??? klik disin...

 
»»  READMORE...

Monday, August 27, 2012

Empat Syarat Cegah Komplikasi Diabetes





JAKARTA, KOMPAS.com - Seseorang yang didiagnosa terkena diabetes sebenarnya tidak perlu terlalu risau akan kemungkinan komplikasi penyakit yang dapat ditimbulkan dari tingginya kadar gula dalam darah. Asal semua terkontrol dengan baik, tentunya kualitas hidupnya juga akan baik.
Demikian disampaikan Budiman, spesialis penyakit dalam dari Divisi Endokrinologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI/RSCM) dalam diskusi publik bertajuk Mata Sehat Cegah Kebutaan Akibat Diabetes, di Kedai Tempo, Rabu, (19/10/2011).
Menurut Budiman, ada beberapa sarat tertentu agar pasien penderita diabetes tidak mengalami komplikasi penyakit seperti jantung, hipertensi, stroke, ginjal dan retinopati diabetik. 
Pertama, pasien harus selalu mengontrol tekanan darah  jangan sampai di atas batas normal.  Tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg didefinisikan sebagai normal. Hipertensi biasanya terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih. Menurut Budiman, orang dengan diabetes yang menderita tekanan darah tinggi, tensinya harus selalu dijaga tidak boleh lebih dari 130/80 mmHg.
Kedua, selalu  berupaya mengontrol kadar gula.  Untuk memelihara kadar gula darah normal dalam tubuh, sebaiknya dibiasakan mengatur kalori dengan membatasi konsumsi makanan yang manis-manis dan asupan karbohidrat. Pada orang normal, kadar gulanya berkisar 60-120 mg/dl.
"Gula darah puasa tidak boleh lebih dari 100 mg/dl. Habis makan gula darah jangan lebih dari 140 mg/dl," katanya.
Syarat ketiga adalah selalu mengendalikan kolesterol. Tingginya kadar kolestrol dalam tubuh menjadi pemicu munculnya berbagai penyakit. Pola makan sehat merupakan faktor utama untuk menghindari hal ini. Batas normal kolesterol dalam tubuh adalah 160-200 mg/dl. Tidak semua kolestrol berdampak buruk bagi tubuh. Hanya kolestrol yang termasuk kategori LDL saja yang berakibat buruk.
Budiman mengatakan, untuk kadar kolestrol LDL sebaiknya jangan lewat dari 100 mg/dl. Semakin rendah kadar LDL, semakin kecil risiko Anda terkena serangan jantung dan stroke.
Syarat keempat adalah menjaga berat badan ideal.  Budiman menuturkan, idealnya seorang wanita tidak boleh mempunyai lingkar perut lebih 80 cm, sedangkan pria jangan lebih dari 90 cm. Kalau itu semua bisa diatur, maka komplikasi sangat bisa untuk dicegah.
"Pola hidup yang sehat adalah bagaimana kita bisa mengatur makanan. Kita harus berpikir makan untuk hidup, bukan hidup untuk makan," katanya.
Penulis : Bramirus Mikail |
»»  READMORE...

Diabetes Bukan karena Kebanyakan Gula

Diabetes Bukan karena Kebanyakan Gula

Penulis : Lusia Kus Anna 


Kompas.com - Dunia sedang menghadapi ledakan penderita diabetes. Data paling baru menyebutkan angkanya mencapai 350 juta orang di seluruh dunia, jauh melebihi prediksi Federasi Diabetes International (IDF) yang memproyeksikan tahun 2010 ada 285 juta penduduk dunia yang akan menjadi korban penyakit yang bisa merenggut penglihatan, bahkan kematian ini.
Walaupun para ahli sepakat diabetes merupakan masalah kesehatan terbesar di abad 21, nyatanya masih banyak orang yang angkat bahu ketika ditanya tentang kemungkinan menderita penyakit ini. Selain karena gejalanya memang tidak terlihat, tak sedikit yang masih mengira penyakit ini disebabkan karena mengasup makanan manis terlalu banyak.
Padahal, menurut dr.Budiman Darmowidjojo, Sp.PD, diabetes melitus tidak berhubungan dengan kebanyakan makan gula. Seseorang didiagnosis diabetes ketika tubuhnya tidak cukup menghasilkan insulin atau tidak menggunakan insulin yang ada dengan benar. "Tidak benar jika penyakit ini timbul karena kebanyakan makan makanan manis," katanya.
Faktor yang menyebabkan tingginya jumlah penderita adalah karena perubahan pola makan menjadi tinggi lemak dan kurangnya aktivitas fisik.  Keterkaitan penyakit ini dengan gula mungkin berpangkal dari kenyataan penderita diabetes harus membatasi asupan gula mereka.
"Yang harus dibatasi sebenarnya bukan hanya gula, tetapi total kalori karena sebagian besar yang kita makan untuk dijadikan energi akan diubah menjadi glukosa. Pada penderita diabetes, pola makan yang tidak terkontrol akan meningkatkan kadar glukosa," papar dokter dari Divisi Endokrinologi dan Metabolisme Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Jakarta.
Pada orang sehat, glukosa secara otomatis diserap oleh sel-sel. Tubuh menggunakan insulin yang dihasilkan oleh sel B pankreas untuk membuka reseptor sel sehingga glukosa bisa masuk. Akan tetapi pada orang yang menderita diabetes, terjadi resistensi insulin sehingga gula darah tidak dapat masuk.
Gula yang berlebih ini terkumpul dalam aliran darah dan dalam jangka panjang bisa menyebabkan komplikasi. "Sebenarnya yang berbahaya bukan gula darah yang tinggi, tetapi komplikasi yang ditimbulkannya," imbuhnya.

Komplikasi
Diabetes merupakan penyakit yang menyerang diam-diam namun pada akhirnya akan menjadi bencana. Penyakit yang makin umum ditemui ini setiap tahunnya membunuh tiga juta orang di seluruh dunia.
Menurut dr.Budiman, penyebab kematian pasien diabetes sebenarnya bukan karena penyakit itu sendiri tetapi komplikasinya. "Hampir 40 persen meninggal karena penyakit jantung, sisanya karena gagal ginjal, stroke, atau kanker," papar ketua Jakarta Diabetes Meeting yang akan diadakan November 2011 mendatang ini.
Komplikasi yang mungkin ditimbulkan oleh diabetes ada yang akut, seperti hipoglikemi (gula darah terlalu rendah) atau hiperglikemia (gula darah terlalu tinggi), atau komplikasi kronik.
"Komplikasi kronik sendiri ada yang memengaruhi pembuluh darah besar seperti penyakit jantung koroner atau stroke, atau yang memengaruhi pembuluh darah kecil sehingga pasien menderita gangguan saraf, ginjal, impotensi, atau kebutaan," paparnya.
Kadar gula darah yang tinggi, terang Budiman, juga akan mengganggu sistem hormonal sehingga kadar hormon tertentu meningkat yang berujung pada naiknya tekanan darah. "Sekitar 60-80 persen pasien diabetes menderita hipertensi," katanya.
Karena itulah sangat penting untuk memeriksakan gula darah guna mawaspadai naiknya kadar gula darah, terutama jika dalam riwayat keluarga ada yang menderita penyakit ini, usia Anda melebihi 40 tahun, menderita kegemukan atau menunjukkan gejala-gejala penyakit ini. 

Perbaiki pola makan
Salah satu cara untuk menghindari diabetes adalah dengan menjaga berat badan tetap normal, melakukan olahraga secara teratur, dan memperbaiki pola makan. Ini berarti makan dengan pola makan sehat yang terfokus pada buah-buahan dan sayuran.
Penelitian menunjukkan untuk setiap kelebihan 40 gram lemak yang Anda makan dalam sehari, risiko untuk menderita diabetes meningkat tiga kali lipat. Dan bila Anda sudah menderita diabetes, Anda berpeluang besar mengalami komplikasi.
"Hal ini terjadi karena lemak tubuh membuat sel-sel menolak insulin," kata Frank Q.Nittal, M.D, dalam laporan yang dimuat dalam American Journal of Epidemiology.
Sementara itu penderita diabetes disarankan untuk makan setiap empat atau lima jam dalam porsi kecil. "Yang penting adalah mengatur kalori total," kata Budiman. Kendati demikian penderita diabetes tetap disarankan untuk berhati-hati dalam mengonsumsi gula. Kebutuhan akan makanan yang manis ini bisa dipuaskan dengan pemanis buatan rendah kalori.
Saat ini belum ada obat untuk mengobati diabetes. Itu sebabnya sayangi diri Anda dengan menjaga gaya hidup yang sehat, yang meliputi pola makan, olahraga, istirahat, serta menghindari stres. Pada penderita diabetes pun gaya hidup yang sehat dapat menjaga gula darah tetap stabil sehingga penyakit ini bisa dikendalikan.


* Penyakit Diabetes bisakah disembuhkan....??? klik disini...
* Bagaimana caranya menyeimbangkan Kadar Gula Darah secara alami...??? klik disin...
»»  READMORE...

Monday, July 16, 2012

Penderita Diabetes Teledor, 5 Organ Taruhannya

KOMPAS.com — Sekitar tahun 2000, International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa diabetes merupakan penyakit keempat penyebab utama kematian di banyak negara maju.

Secara umum, sekitar 40 persen pasien diabetesi, entah tipe I (yang dialami sejak masa kanak-kanak atau yang tergantung insulin) dan atau tipe II (yang mulai dialami saat dewasa dan tidak tergantung insulin) akan mengalami komplikasi dalam perjalanan hidupnya.

Bila gula darah tidak terkendali karena pola makan yang tidak tepat, kebiasaan hidup tidak sehat, seperti merokok dan kurang kegiatan fisik, tetap dipertahankan, komplikasi bakal menyerang ke mana dia suka.

Berikut ini adalah organ-organ yang menjadi sasaran komplikasi akibat keteledoran para diabetesi:

1. Jantung - penyakit jantung koroner (PJK)
Keadaan ini muncul akibat glukosa darah yang tinggi dan terus-menerus atau persisten. Akibatnya, terjadinya penebalan dan pengerasan pembuluh darah arteri atau sering disebut aterosklerosis. Diabetesi berisiko dua sampai empat kali lebih tinggi terkena penyakit kardiovaskular dibandingkan yang tidak mengalami DM.

2. Otak - stroke
Aterosklerosis dapat terjadi di pembuluh darah otak. Akibatnya bisa ditebak, terjadi stroke. Risiko terserang stroke pada diabetesi yang juga mengalami hipertensi adalah dua kali lebih tinggi dibanding orang yang hanya menderita hipertensi saja.

3. Kaki - luka
Ulser atau luka pada kaki merupakan penyebab paling umum yang mengantar diabetesi masuk rumah sakit. Komplikasi ini terjadi akibat kerusakan saraf (neuropati) dan kurangnya aliran darah ke kaki.

Jika luka terinfeksi dan berkembang menjadi gangren, biasanya amputasi dilakukan. Diabetes merupakan penyebab amputasi yang paling sering di luar kecelakaan. Setidaknya 15-40 persen diabetesi lebih berisiko mengalami hal ini dibanding yang tidak.

4. Mata - retinopati
Retinopati diabetik merupakan komplikasi DM pada mata. Penglihatan mendadak akan buram atau berkabut. Ini terjadi akibat kadar gula darah yang tinggi sehingga terjadi sembab pada lensa mata. Bila pengobatan cukup dan kadar gula terkontrol, penglihatan pun akan normal lagi.

5. Ginjal - nefropati
Nefropati diabetes adalah komplikasi yang terjadi pada ginjal. Ini komplikasi yang menyebabkan terjadinya gagal ginjal dan kematian. Penyebabnya, kadar glukosa darah yang tinggi sehingga merusak pembuluh darah kapiler ginjal dan menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi.

Risiko terjadi serta berat atau ringannya komplikasi ginjal ini sejalan dengan lamanya DM diidap. Kebanyakan komplikasi muncul setelah 10-15 tahun penderita mengidap DM. @abd

»»  READMORE...

Friday, July 13, 2012

Benarkah Diabetes Sebabkan Disfungsi Ereksi?


KOMPAS.com — Pemimpin Pondok Pesantren (Ponpes) Modern DN di Cikupa, Tangerang, KHH, membantah tuduhan telah menghamili salah satu santrinya. Salah satu putranya mengaku yakin bahwa perbuatan nista itu tidak dilakukan ayahnya. Sebab, sejak Januari 2009 KHH divonis menderita diabetes.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dokter, kadar gula darah KHH mencapai 621. "Mana mungkin penderita diabetes yang kadarnya sangat tinggi bisa ereksi. Kalau enggak percaya, silakan tanya dokter," tegasnya, Kamis (14/1/2010).

Lantas, benarkah diabetes menyebabkan seorang lelaki kehilangan vitalitasnya sehingga tak bisa menghamili wanita? Tentu pertanyaan ini membutuhkan telaah medis yang lebih dalam. Berdasarkan penjelasan dr Sandra Utami Widiastuti, SpPD dari Diabetic & Wound Care Clinic RS Siloam Kebon Jeruk, Jakarta, yang dihubungi Kompas.com, impotensi atau disfungsi ereksi (DE) merupakan salah satu komplikasi penyakit diabetes melitus.
Menurut dia, hampir 50 persen penderita diabetes (diabetesi) menderita disfungsi ereksi dalam skala berat dan ringan. Meski begitu, gangguan ereksi ini umumnya terjadi pada pria yang diabetesnya menahun. "Diabetes yang sudah cukup lama bisa mengganggu sel-sel saraf dan pembuluh darah, padahal ereksi yang baik membutuhkan rangsangan saraf dan pembuluh darah yang baik. Karena itu, pasien diabetes bisa menderita impotensi," paparnya.
Disfungsi ereksi adalah suatu keadaan di mana terdapat ketidakmampuan untuk mencapai atau mempertahankan ereksi agar bisa berhubungan seksual secara memuaskan. Para ahli pun sepakat bahwa 80 persen kasus disfungsi ereksi disebabkan kondisi fisiologis, termasuk penyakit jantung dan diabetes.
Menurut dr Sandra, umumnya hal ini terjadi akibat tersumbatnya aliran darah ke penis yang salah satunya disebabkan oleh diabetes. Namun, terjadinya komplikasi diabetes berbeda-beda pada tiap individu.
"Proses bagaimana pengaruh diabetes pada fungsi ereksi sebenarnya panjang. Namun, bisa saja seseorang mengalami DE, padahal baru divonis diabetes. Mungkin perjalanan penyakit diabetes orang itu sudah lama, tetapi tidak dirasakan. Ia baru memeriksakan diri setelah muncul keluhan," papar dr Sandra.

Untuk mengatasi gangguan ereksi akibat diabetes, dr Sandra menegaskan pentingnya pengendalian gula darah. Selain itu, biasanya dokter juga akan meresepkan obat-obatan untuk meregenerasi sel saraf dan pembuluh darah.

"Tidak menutup kemungkinan juga untuk berkonsultasi kepada dokter andrologi untuk mengevaluasi adanya sebab lain penyebab impotensi. Namun, yang utama adalah kendalikan dulu gula darah," katanya.
Dengan demikian, jelaslah, meski diabetes membawa risiko pada rusaknya fungsi ereksi, toh hal itu tidak mutlak terjadi....


»»  READMORE...

Sunday, June 17, 2012

Risiko Amputasi Ancam Pasien Diabetes

KOMPAS.com - Pengendalian gula darah merupakan syarat utama untuk menghindari terjadinya komplikasi pada pasien diabetes. Salah satu komplikasi yang bisa dicegah adalah risiko amputasi akibat infeksi luka di bagian kaki.
Menurut Prof.Sarwono Waspadji, infeksi di bagian kaki atau kaki diabetik merupakan komplikasi yang paling menakutkan dan paling merusak. "Amputasi tidak terhindarkan jika gula darah tidak dikendalikan secara ketat," katanya dalam acara seminar diabetes di Jakarta (2/11/11).
Data tahun 2008 menunjukkan 5 dari 6 pasien amputasi terjadi akibat komplikasi kaki diabetik. Penelitian di RSCM tahun 2010 juga menyebutkan hanya 50 persen pasien amputasi yang bisa bertahan hidup hingga 5 tahun.
Sarwono menjelaskan, kaki diabetik terjadi karena kerusakan saraf dan pembuluh darah sehingga infeksi lama sembuhnya. Penyempitan pembuluh darah juga akan menyebabkan penyembuhan luka menjadi lama.
"Jaringan yang membusuk tersebut bersifat racun. Jika tidak diamputasi infeksinya akan menyebar" kata dokter dari divisi endokrinologi dan metabolik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.
Kerusakan saraf dan pembuluh darah pasien diabetes ditandai dengan menurunnya kemampuan merasakan nyeri dan baal sehingga kerap kali pasien tidak menyadari adanya luka.
"Banyak pasien diabetes yang tidak sadar kakinya tertusuk paku, ada juga yang kakinya melepuh karena ia berjalan di jalan aspal tanpa alas kaki tapi ia tidak merasa sakit," paparnya.
Menurut Sarwono, sekitar 49 persen penyebab borok di kaki adalah luka mekanik seperti tertusuk benda tajam atau memakai sepatu kesempitan. Penyebab sepele seperti kuku yang terlalu panjang atau mengikis kapalan dengan benda tajam juga bisa berkembang menjadi pembusukan luka.
Untuk mencegah terjadinya luka diabetik, deteksi dini dan pengendalian gula darah sangat penting. "Sekitar 85 persen amputasi bisa dihindari jika dilakukan deteksi dini," imbuh dr.Em Yunir, Sp.PD, dalam kesempatan yang sama.
Karena itu, pasien diabetik harus sering memeriksa kondisi kakinya. Pemeriksaan kaki harus dilakukan menyeluruh, baik sebelum munculnya luka atau setelah terjadi luka.
Menurut Em Yunir, pemeriksaan dilakukan melalui pemeriksaan riwayat penyakit diabetes dan komplikasi yang ada, pemeriksaan kelainan kulit, serta ada tidaknya gangguan pembuluh darah tungkai dan gangguan saraf.
"Pasien diabetes yang beresiko tinggi tidak disarankan berjalan kaki tanpa alas. Jika terlihat perubahan pada bentuk kaki atau kuku sebaiknya berkonsultasi pada dokter karena itu merupakan gejala yang perlu diwaspadai," katanya.



»»  READMORE...

Diabetic Complications

The Factors Behind Complications of Diabetes
Authors: Janet Worsley Norwood and Charles B. Inlander
Excerpt from: Understanding Diabetes
Generally, you can't tell diabetic complications are developing, at least not without undergoing tests or medical procedures in a doctor's office. Diabetes proceeds unnoticed, silently ravaging the body. You might be without symptoms until some damage is already done.
There is, however, one surefire indication that problems are developing: persistently high blood-sugar levels. Diabetes experts believe that over the long haul levels above 240 mg/dl are unacceptable and dangerous. However, the ideal level for you is the target set by you and your physician. It will probably be in the 80 to 120 mg/dl range.
The length of time a person has diabetes also comes into play when looking at complications. Because people with type 1 diabetes usually get the disease earlier in life than those with type 2, they have the dubious distinction of running a greater risk of developing complications than those with type 2. For the most part, complications appear in people who have had diabetes for fifteen years or more, although certain short-term complications can appear (and disappear) at any time. Evidence of diabetes-related eye problems, for example, is present after five years in 1 percent of type 1 cases; by fourteen years, the percentage is close to 100.
The type of complications that develop also depends on diabetes type. Individuals with type 1 tend to develop different problems than those with type 2. For instance, type 1 diabetes tends to produce vision problems sooner than does type 2 diabetes, while type 2 diabetes appears to be linked to more heart attacks and strokes. The rates at which complications proceed also vary wildly.
Scientists don't really know why these differences exist. Nor do they know why complications sometimes develop in people who have blood-sugar levels firmly in hand while other people never develop complications, regardless of how well or how poorly they control their blood sugar. It may boil down to genetic differences or even to factors yet unknown.
The thing to remember is that everyone has different responses to high and low blood sugar, so you may want to know what their symptoms tend to be. Self-monitoring of blood glucose can track sugar patterns and guard against these short-term, but potentially deadly, complications.
Long-Term ComplicationsLong-term, chronic complications differ from short-term complications in that they take more time in developing, and once they arrive are less likely to disappear. Many long-term complications are tied to those structures that distribute blood throughout the body; the small and large blood vessels. Although scientists are not certain how it happens, they think that years of carrying blood with high sugar levels eventually damages or impairs blood vessels. The faulty metabolism of someone with diabetes may also create some chemical change that makes blood vessels more vulnerable to damage. Either way, many diabetic complications are vascular complications--complications pertaining to blood vessels, in other words.
Let's look now at some of the major long-term complications faced by people with diabetes.
EYE PROBLEMS
Eye problems that diabetes might cause include minor problems in focusing, premature development of cataracts, and various degrees of retinal damage (otherwise known as diabetic retinopathy).
If you have diabetes, it's very likely that you will experience at least one of these problems in the course of your lifetime. Most people who have had diabetes for five to ten years show some signs of eye damage, although it may be slight.
Cataracts
A cataract, a clouding of the lens in the eye, is a very common problem in older people, including folks who don't have diabetes. However, the evidence suggests that diabetes accelerates cataract development. The hastened development is thought to be a result of the intricate and still incompletely understood relationship between high blood-sugar levels and aging. One popular theory posits that when people have diabetes for an extended period of time, sugar by-products begin to build up in the lens of the eye, eventually leading to cataracts.
Mild cataracts are often left as they are--but an individual with diabetes is encouraged to work at keeping blood-sugar levels within the normal range, which seems to slow the accumulation of sugar by-products and, thus, slow the progression of complications. Once severe cataracts develop, however, many ophthalmologists believe that the best course of action is to remove the cataract and replace it with an artificial lens, also known as an intraocular lens. This surgical procedure can be done right in a doctor's office. Although cataracts certainly impede good vision, they are less troublesome than another long-term complication, diabetic retinopathy.
Diabetic Retinopathy
Diabetic retinopathy means damage to or disease of the retina, the delicate membrane that lines the inside wall of the eye. The retina responds to light and receives the image formed by the lens. When it becomes seriously damaged, blindness may result. In fact, retinopathy is the most frequent cause of vision loss in Americans 20 to 74 years old.
Diabetic retinopathy is caused by changes or abnormalities in the small blood vessels of the retina--changes that take years to occur. Experts estimate that 6,000 people a year develop retinopathy. Fortunately, early diagnosis and prompt treatment often can prevent blindness.
Almost everyone with diabetes develops this complication, but the first to feel its impact are people with type I diabetes, who frequently develop a mild form of this condition within five years of diagnosis of diabetes. In fact, there's a strong correlation between the amount of time someone has diabetes and the development of retinopathy. Quite simply, the longer you have diabetes, the greater your chance of developing retinopathy. Within ten years of diabetes diagnosis, half of all people with type 1 diabetes and a quarter with type 2 have some damage to their retinas. By twenty years after diagnosis of diabetes, nearly everyone with type 1 diabetes and over 60 percent with type 2 have some degree of retinopathy.
Retinopathy is not something to ignore. Among those with type 1 diabetes, retinopathy is responsible for four-fifths of all cases of blindness: among those with type 2, the number is one-third. Of course, not all cases of retinopathy result in blindness. The condition ranges in severity from mild to advanced.
The medical profession describes two forms of diabetic retinopathy: background retinopathy and proliferative retinopathy. Background retinopathy is a mild, early form of retinopathy that is characterized by gradual narrowing or weakening of the small blood vessels in the eye. Small bulges (called microaneurysms) develop on the vessels. Eventually a vessel may tear or break and then bleed (known in medical parlance as a hemorrhage).
Most folks with diabetes develop background retinopathy, but in the lion's share of the cases, the condition remains at a mild level. Vision is not affected unless blood vessels break and leak fluid into the macula, an area of the retina responsible for sharp, fine vision---the kind of vision needed to read this book. When fluid leaks into the macula, it swells and puts pressure on other areas of the eye. This situation is called a macular edema and it leads to blurred vision. The swelling is sometimes treated in people who appear to be at high risk for blindness with a high-tech procedure known as photocoagulation. In this, a precise laser beam is used to sear shut the leaking blood vessels. Photocoagulation doesn't cure retinopathy, but it can delay the loss of vision by a number of years or, in some cases, stop progression.
For the most part, however, because background retinopathy is mild, surgical treatment isn't  necessary.
Proliferative retinopathy, as its name suggests, is a severe form of retinopathy that develops when a network of new, fragile blood vessels proliferates in the retina at the site of previous breakages or hemorrhages. The new vessels are an attempt by the eye to repair the damaged, worn-out vessels caused by diabetes. Over time the new, fragile vessels may tear and leak blood into the vitreous humor, the clear, gelatinous material that fills the center of the eye. A small amount of blood won't dim vision, but the major hemorrhages associated with proliferative retinopathy may be large enough to affect sight, in which case they are known as vitreous hemorrhages.
As the eye tries to repair the damage caused by hemorrhages, scar tissue forms. The buildup of scar tissue may eventually damage the retina, resulting in partial loss of sight, or it may displace or cause the retina to become detached, resulting in total loss of vision.
It may be difficult to tell if either form of retinopathy is developing. For the most part, people can have severe eye damage without knowing it, because the damage may not affect vision and may cause no pain. Of course, there are some obvious indications to the person with diabetes that something has happened to the eye. Partial loss of vision--even if very small--is an indication of a problem. "Floaters," "cobwebs," and "cotton wool balls" are terms that people have used to describe vision problems caused by tiny hemorrhages in the eye. A sudden, painful loss of vision may indicate a major hemorrhage.
Naturally, it's best to detect retinopathy before it reaches this stage. Eye examinations with a tool called a monocular direct ophthalmoscope are used to detect damage to the retina. A family physician can perform this test, although several studies indicate that physicians who are not ophthalmologists detect proliferative retinopathy in only 50 percent of the people who have the condition. That's not a particularly encouraging track record--"No better than random chance," in the words of one eye expert.
There are some treatment options for those people with advanced stages of either form of retinopathy: Photocoagulation--the use of laser beams---can seal leaking retinal blood vessels or reattach a detached retina. In some people, this is enough to stop the progression of diabetic retinopathy.
Vitrectomy is another, more intricate surgical procedure used in people with proliferative retinopathy. In this procedure, a physician removes the vitreous to clear out the light-blocking hemorrhage, uses microsurgery to repair the retina, if necessary, and then replaces the vitreous with a saline solution.
An article in the journal Annals of International Medicine explains that photocoagulation and vitrectomy prevent deterioration of vision in around 60 percent of patients. Laser therapy reportedly reduces the rate of vision loss by 50 percent in people with proliferative retinopathy and macular edema, conditions that often exhibit no symptoms. Vicrectomy reportedly improves visual acuity to 10/20 or better in 36 percent of treated eyes. That's the good news.
However, no surgery is free of potential complications. With vitrectomy, for example, the overall complication rate is about 25 percent, according to the Annals of International Medicine article. Potential complications include infection, cataract development, bleeding, elevated pressure in the eye (which can lead to a condition called glaucoma), loss of vision, and retinal detachment or scarring.
Medical research is also looking at ways of slowing or even preventing the progression of retinopathy. One small Norwegian study found that people with type 1 diabetes who maintained near-normal levels of blood sugar over a long period of time--at least seven years--were significantly less likely to develop severe retinopathy. The patients in this study followed a tight-control regimen, using either continuous subcutaneous infusion pumps or multiple insulin injections.
The results of the Diabetes Control and Complications Trial show that tight blood-sugar control can prevent new cases of retinopathy. Tight control also helps retinopathy from growing worse, According to the study, the earlier tight control is instituted, the more beneficial it is at fending off complications.
Scientists are also hoping to discover why high levels of blood glucose damage the body's blood vessels. One theory is that an enzyme called aldose reductase, which converts glucose into a sugar alcohol called sorbitol, may play a role in triggering diabetic complications. For that reason researchers are looking into a class of drugs called aldose reductase inhibitors that block the actions of the enzyme. They hope these drugs can reduce the chance of developing retinopathy and other long-term complications. Studies are underway.
In November 1997, the Journal of the American Medical Association reported on a number of other agents that may potentially prevent retinopathy. These include aminoguanidine, a drug that inhibits the formation of certain proteins and lipids that are thought to contribute to blood vessel damage. Other possibilities include drugs that interfere with the growth of blood vessels in the retina; antioxidants such as vitamin E, thought to prevent damage to the endothelium (the innermost layer of the cornea, the clear covering of the eye); and agents that would interfere with the molecular and cellular reactions within the eye that cause cell death.
Although these new treatments sound promising, the key action in the here and now is getting prompt medical care for retinopathy, particularly if you have macular edema or proliferative retinopathy. Studies have found that there is a 16 percent risk for severe visual loss if proliferative retinopathy is left untreated for two years. That may sound like a small risk, but is it really one that's worth taking? You and your doctor must decide.
There are other ways diabetes can exacerbate retinopathy. Poor blood-sugar control, high blood pressure, and a history of smoking increase the risk of retinopathy and increase the chances that the condition will worsen. And as we mentioned before, people with type 1 diabetes are more likely to develop severe retinopathy.
A woman with type 1, type 2, or gestational diabetes who has no retinopathy before pregnancy is unlikely to develop retinopathy during pregnancy. However, the story is different for women with diabetes who already have some retinal damage when they become pregnant. About 5 to 12 percent of women with diabetes with mild retinopathy will see their retinopathy worsen. Women who already have moderate to severe diabetic retinopathy are at greater risk during pregnancy. In recent studies, about 47 percent of pregnant women with diabetes had an increase in severity in retinal damage, and 5 percent developed proliferative retinopathy.
These rapid changes may be due to the increased levels of hormones that accompany pregnancy. Pregnancy-induced or chronic high blood pressure is thought to play a role, too. In one study, 55 percent of pregnant women with diabetes who had high blood pressure in addition to retinopathy saw their retinopathy worsen, compared with 25 percent of the women who had normal blood pressure and retinopathy.
Experts say that pregnant women with signs of retinal damage can slow the progression of retinopathy by lowering blood-pressure levels. Doctors have also found that treating a woman's retinopathy with photocoagulation  can help reduce the risk of progression if the laser treatment is done before she becomes pregnant.
Like anyone with diabetic retinopathy, pregnant women should get regular eye examinations to monitor the course and development of this complication.
NEPHROPATHY
Officially known as diabetic nephropathy, nephropathy is a type of kidney disease that leads to kidney failure. Nephropathy tends to develop in people who have had diabetes for 20 years or more. It used to be that a third of all people with type 1 diabetes developed nephropathy, but today's treatment methods and the emphasis on better blood-sugar control are shrinking that percentage. People with type 2 diabetes develop nephropathy infrequently.
How It Happens
To see why nephropathy would be a problem, let's look first at what the kidneys do. The kidneys are organs located near the waist. Inside the kidneys are small blood vessels, called glomeruli, that act as filters, removing wastes from the blood and discharging them through the urine. Useful products, such as protein and glucose, are not eliminated but are sent back into the bloodstream.
Nephropathy is the condition in which small arteries in the kidneys become hardened and the glomeruli become damaged, in much the same way that the small vessels of the eye become damaged during retinopathy. The kidneys ultimately fail in their job of filtering out wastes. People with kidney failure must go on dialysis (the use of a machine to filter blood) or have a kidney transplant; otherwise, lethal levels of wastes and toxins build up in their bodies.
Nephropathy is caused by high blood-sugar levels. Also, high blood pressure, arteriosclerosis, smoking, and high cholesterol increase the likelihood of kidney complications. Frequent urinary tract infections add to the problem because an infection can easily spread to the kidneys and damage them.
Recognizing the Signs
Early warning signs of nephropathy include problems emptying the bladder, blood in the urine, and urinary tract infections. The disease can be confirmed through simple urine and blood tests. Just as the kidneys lose their ability to discharge wastes, they also lose their ability to keep protein and glucose in circulation. Sugar and protein begin to show up in the urine tests in larger and larger amounts. Blood tests also detect high levels of urea nitrogen and creatinine, another indication of kidney damage.
Handling the Problem
To halt kidney damage before kidney failure occurs, the wisest step is to take urinary tract infections seriously. Remember: Infections can back up further into the urinary system and spread to the kidneys, impairing their function.

If signs of developing kidney problems are detected, doctors often recommend a regimen of tight blood-sugar control and a low-protein diet to ease stress on the kidneys. Recent clinical studies suggest that use of the blood-pressure drug enalapril (Vasotec) may preserve kidney function, but more research is needed to confirm this.

CARDIOVASCULAR DISEASE
The word cardiovascular means "of the heart and blood vessels." Cardiovascular complications include problems such as angina, heart attack, stroke, and others related to poor circulation. Cardiovascular disease is the most common complication of type 2 diabetes. In fact, people with diabetes have a risk of cardiovascular disease that is two to five times that of people without the condition.
How It Happens
Just as diabetes changes the shape of the small blood vessels (known as microvascular changes), it also appears to thicken and obstruct the walls of the large blood vessels, thus restricting blood flow. These are called macrovascular changes. Macrovascular changes (such as arteriosclerosis, or hardening of the arteries) have been called the "underlying event" behind most cardiovascular disease. There's no doubt about it: Cardiovascular complications are very debilitating side effects of diabetes. However, the risk for such complications can be decreased by tight blood-sugar control.
Recognizing Risk Factors
Many factors can put a person with diabetes at risk of having a stroke or heart attack. Just having diabetes increases a person's risk of experiencing a stroke, according to the American Journal of Epidemiology, regardless of whether or nor the person has another risk factor--for example, if he follows a sedentary lifestyle, eats a high-fat diet, has high blood pressure, or smokes cigarettes. High blood pressure alone is a major cause of strokes.
Heart attacks and strokes are more common in people with type 2 diabetes than in those with type 1 diabetes, yet medical science is not sure exactly why this is. Experts believe it could be because people with type 2 diabetes tend to be overweight. (Obesity is a known risk factor for heart attack and stroke.)
Cardiovascular complications are, in the general population, more common in men than in women: Women experience strokes and heart attacks less frequently than men. Among people with diabetes, however, the men and women (especially those with type 2 diabetes) have an equal chance of suffering poor outcomes after heart attacks; they have a much higher cardiovascular death rate than their nondiabetic peers.
Overall, women seem to have a biological advantage when it comes to cardiovascular disease--most likely because of the effects of estrogen in women's systems. However, diabetes appears to be the great equalizer of the sexes, at least where heart attacks are concerned. Compared with men without diabetes, men with diabetes have about two times the average risk of developing cardiovascular disease; women with diabetes have three to five times the average risk of developing cardiovascular disease compared with women without the disease.
Handling the Problem
Because the rates of cardiovascular disease are so high in those with diabetes, the American Diabetes Association recommends and screening tests and intervention for heart disease for everyone with diabetes over age thirty.
Traditional screening tests include having your blood pressure taken with a blood pressure cuff and having your cholesterol evaluated with a blood test. An electrocardiogram (EKG) is also recommended. In this test, electrical leads are placed on the body to measure the electrical currents of the heart. The currents are then transcribed into a pattern along a continuous strip of graph paper, which is then read for any abnormalities.
To prevent heart disease in the first place, you can look to the obvious tactics of losing weight and lowering blood sugar in addition to some other methods. For example, if you've paid any attention to medical news in the past decade, then you should know that lowering levels of cholesterol and triglycerides is good for your heart. Cholesterol, a fatlike substance that comes from meat and diary products and is also produced by the body, is found in all the body's cells and in. the bloodstream. High levels of cholesterol in the blood, or hypercholesterolemia, have been implicated in the development of heart disease in general and arteriosclerosis (hardening of the arteries) in particular. What you may not know is that people with diabetes tend to have higher blood-cholesterol levels than other people. They also tend to have higher levels of low-density lipoprotein (LDL), what some call the "bad cholesterol" because it aids in the deposit of fats on artery and cell walls. As if that weren't bad enough, people with diabetes tend to have lower levels of the "good cholesterol," or high-density lipoprotein (HDL), the substance that escorts excess cholesterol from the body. All of this is unpleasant news for the cardiovascular system.
Triglycerides (sometimes known is VLDL, or very-low-density lipoprotein) are another form of fat in the body. High levels of triglycerides in the blood (hypertriglyceridemia) may not directly cause arteriosclerosis but may accompany other abnormalities that speed its development. People with diabetes tend to have high levels of triglycerides, too. Combine high triglyceride levels of 200 to 500 mg/dl with cholesterol levels between 200 and 300 mg/dl, and you have what the American Heart Journal calls combined hyperlipidemia, meaning too much fat. Triglycerides more than 500 mg/dl and/or cholesterol levels over 300 mg/dl are called massive hyperlipidemia. Combined and massive hyperlipidemia are found in over 30 percent of all people with diabetes--approximately two to three times more often than in people without diabetes.
We talk more about cholesterol and triglycerides in the next chapter when we examine diet. For now, it's enough to say that any person with diabetes who improves his cholesterol picture can help protect against developing cardiovascular problems. Evidence suggests that for every 1 percent reduction in blood-cholesterol level, there is a 2 percent reduction in coronary-artery disease for all people, regardless of whether they have diabetes.
Another thing that people with diabetes can do to reduce their risk of cardiovascular disease is to pop a simple pill, an aspirin. The remedy was discovered because a curious thing happened during the course of a clinical study known as the Early Treatment Diabetic Retinopathy Study.
Designed to gauge the effects of aspirin on diabetic retinopathy, the study included 3,700 people with type 1 and type 2 diabetes. Half took two aspirins a day (totaling 650 milligrams); the other half took a placebo. It turned out the aspirin had no effect, positive or negative, on retinopathy. But something positive did take place: People taking aspirin were 17 percent less likely to have had a heart attack during the five years of the study.
Aspirin can't solve all the cardiovascular woes of someone with diabetes, nor is aspirin useful for everyone. But it would be worth a trip to the doctor to discuss what aspirin can do for you.
Your doctor may also suggest treatment with drugs such as beta blockers or ACE (angiotensin-converting enzyme) inhibitors--which help reduce the risk of heart attack in people who already have cardiovascular disease-or simvastatin, a drug that helps lower cholesterol levels and reduces the risk of death from heart attack.
NEUROPATHY
Neuropathy is nerve damage. The word "damage" suggests something irrevocable and permanent, but actually, this is one long-term complication of diabetes with symptoms that can appear and disappear in a short period of time. It also varies in intensity, ranging from mild discomfort to severe, disabling pain.
How It Happens
As is true about many diabetic complications, neuropathy has stumped medical science when it comes to its causes. It's thought that something interferes with the body's nerve pathways so that nerve impulses are no longer transmitted properly. The culprit may be uncontrolled blood-sugar levels (although many people with good control develop this complication), or it may be that the nerves are somehow damaged during the metabolic changes associated with diabetes.
Neuropathy is relatively common. It's estimated that some form of nerve damage affects 60 to 70 percent of people with diabetes at some point in their lives. Some physicians claim that it's often the first noticeable sign of diabetes, particularly type 2. Unfortunately, neuropathy mimics many other medical conditions (as you'll see in a moment), so it's often initially diagnosed as something else.
Recognizing the Signs
In general, there are two main forms of neuropathy: peripheral and autonomic. The most common form of nerve damage, peripheral neuropathy, is sometimes called sensory neuropathy because it affects nerves that control sensations in the body. It also affects muscles controlled by sensory nerves. Sensory neuropathy can weaken muscles in the thighs, eyes, chest, and abdomen, sometimes causing painful muscle wasting, double vision and chest pain, More commonly, sensory neuropathy creates odd sensations (or, in some cases, loss of sensation) in the legs, feet, and hands. The sensations include numbness, tingling, muscle weakness and sporadic shooting pains. These sensations can be mild or they can be annoying. Some people experience double vision for short periods of time; others have great difficulty walking because of pain or because they lose some control of leg movements. Neuropathy has been known to interfere with sleep or rest.
In general, peripheral neuropathy is a temporary condition--one that disappears as mysteriously as it appears. However, it can lead to injury in cases where the person with diabetes feels no sensations of pain. This often happens on the bottoms of the feet, resulting in some of the foot problems that we discuss shortly.
Autonomic neuropathy is a less common complication, perhaps experienced by 20 percent of people with diabetes. Autonomic neuropathy is damage to the nerves that control various bodily functions, such as the digestive system, urinary tract, and cardiovascular system.
Autonomic neuropathy leads to many inconvenient problems: When it affects the nerves around the stomach, bladder, and bowels, it can cause vomiting, constipation, and feelings of bloatedness. When it affects the nerves that control the contraction of blood vessels, a condition called orthostatic hypotension may develop. This is a sudden drop in blood pressure when a person gets up after reclining, which may result in dizziness or fainting, Impotence, the loss of the ability to have an erection, is also related to (although not entirely caused by) neuropathic damage.
Handling the Problem
The symptoms of neuropathy of both types can be treated. Doctors often prescribe drugs to treat the symptoms of these different problems----for example, to relax muscles if the problem is constipation. Exercise helps some people; others benefit from bed rest. Because neuropathy varies tremendously from person to person, treating it is often a matter of trial and error.
But though symptoms can be treated, neuropathy itself cannot be reversed. Medications to treat or prevent nerve damage do not yet exist, although researchers are conducting studies using aldose reductase inhibitors-experimental drugs we discussed earlier in relation to retinopathy.
FOOT PROBLEMS
Cardiovascular complications damage blood vessels and diminish blood flow to the legs and feet. Add damage to the nerves of the legs and feet through neuropathy, and you've just laid the groundwork for serious foot ailments.
How They Happen
Foot ailments show up in about half of people who have had diabetes for 20 years or more. The scenario then proceeds like this: When people with diabetes lose sensation in their lower legs and feet, they are less likely to notice damage to the skin and tissues. Such seemingly minor injuries as cuts, bruises, blisters, bunions, corns, calluses, ingrown toenails, or even athlete's foot can develop into areas of infected tissue known as neuropathic ulcers.
It may seem impossible that a blister turns into an ulcer, yet the process is fairly simple. Let's say you have a new pair of shoes that has chafed and rubbed one foot raw. The area is red and inflamed. Once an inflammation or infection begins, its swelling compresses the blood vessels, which are already damaged or narrowed by diabetes itself. These factors diminish the flow of blood to the irritated area, meaning fresh oxygen and infection-fighting blood cells have a more difficult time getting to the problem site. All of this sets the stage for a serious infection. Once infection sets in, it's difficult to treat. Antibiotics, which are carried in the blood, can't reach the infected area efficiently. About 80 percent of foot ulcers occur on the bottom of insensate feet, or feet without feeling.
The real danger with the combination of infection and reduced blood flow is gangrene. If blood flow were to be completely blocked, the cells served by the obstructed blood vessels would die. Once gangrene sets in, the only way to stop its spread is by amputation of the dead tissue.
According to an article in Archives of Internal Medicine, "It has been estimated that the lifetime risk of a lower-extremity amputation is 5 to 15 percent among diabetic individuals, a risk fifteen times that of the nondiabetic population."
More than half of all lower-limb amputations in the United States are performed on people with diabetes. Each year, reports the American Podiatric Medical Association, the number of lower-limb amputations due to diabetic complications in the United States exceeds the number of limbs lost worldwide to land mines. Almost half of these 67,000 amputations could have been prevented through early detection and treatment.
Recognizing Risk Factors
As is true with all diabetic complications, certain factors increase risk of foot problems. The greatest of these is smoking. According to the American Diabetes Association, of the people with diabetes who need amputations, almost all are smokers. Other high-risk factors include being male and being African-American or Native American. Risk increases with age, too.
A 1998 study published in the Archives of Internal Medicine listed a number of criteria doctors can use to determine a patient's risk of foot ulcers. These include a history of amputation, diabetes for more than ten years, existing foot deformities, neuropathy, and difficulty feeling vibrations with the feet. The study authors encouraged practitioners to survey for these criteria in order to prevent such complications.
Handling the Problem
The trick to treating and preventing foot problems lies in finding out ifs a blood vessel is about to become blocked. It used to be that doctors could locate blockages in large vessels, such as those of the legs, only by ordering an x-ray called an angiogram. Then they might perform bypass surgery to detour blood around the blockage. In this surgery, a piece of healthy vein is "harvested" from an area of the body (possibly the thigh) and is attached at either end of the obstruction. The new vein directs blood to cells that had been receiving an inadequate supply. It's one method of preventing gangrene-albeit an invasive and expensive one.
Like many other diabetic complications we have discussed, amputation doesn't have to happen. With proper foot care, many, if not most, amputations may well be avoided.
 http://www.diabetesinfocenter.org

Apakah penyakit Diabetes bisa disembuhkan??? klik disini..

Bagaimana menyeimbangkan kadar gula darah secara alami??? klik disini...

»»  READMORE...